cover
Contact Name
Isnen Fitri
Contact Email
isnen@usu.ac.id
Phone
+62911-323382
Journal Mail Official
kapata.arkeologi@gmail.com
Editorial Address
Jalan Namalatu-Latuhalat, Kec. Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku 97118, Indonesia
Location
Kota ambon,
Maluku
INDONESIA
Kapata Arkeologi
Published by Balai Arkeologi Maluku
Kapata Arkeologi is aims to be a peer-reviewed platform and an authoritative source of information. All papers are peer-reviewed by at least two referees. Kapata Arkeologi is managed to be issued twice in every volume. Kapata Arkeologi publish original research papers, review articles, case studies and conceptual ideas or theories focused on archaeological research and other disciplines related to humans and culture. The Scope of Kapata Arkeologi is: Archaeology Anthropology History Cultural Studies
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol. 12 No. 2, November 2016" : 13 Documents clear
Teknologi Tempa Logam pada Masa Lalu di Daerah Aliran Sungai Pawan, Kalimantan Barat (sebuah pendekatan etnoarkeologi) Yogi, Ida Bagus Putu Prajna
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.301

Abstract

Archaeological evidence of metal artifacts found in the area Pawan Watershed in the number of inviting attention to be investigated, that is how the process of technology in the past. The existence of the craftsmen of wrought metal along the watershed area Pawan certainly was  not a coincidence. There might be a relationship between the presence of artifacts with traditional metal forging which is still survive until recently. Ethnoarchaeological approach that has been undertaken is expected to give an idea to reconstructs the metal forging technology in the past on Pawan Watershed; to understand the cultural continuity that still exists today in the area. Metal forging technology using the "ububan" the which is still used today in several locations in Indonesia, as well as in Pawan Watershed. This study concluded that the technology workmanship metal artifacts in the past has the similarity from the technological progress that has continued until recently. Bukti arkeologi berupa artefak logam yang ditemukan di daerah aliran Sungai Pawan dalam jumlah yang cukup banyak mengundang perhatian untuk diteliti, yaitu bagaimana teknologi dan proses pengerjaannya pada masa lalu. Keberadaan pengrajin logam tempa di sepanjang daerah aliran Sungai Pawan tentu bukan suatu kebetulan, mungkin ada hubungan antara kehadiran artefak dengan teknologi tempa logam tradisional yang masih bertahan saat ini. Pendekatan etnoarkeologi dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk merekonstruksi teknologi tempa logam di masa lalu di daerah aliran Sungai Pawan untuk melihat dan belajar tentang kelangsungan budaya yang masih ada saat ini di lokasi tersebut. Teknologi penempaan logam dengan menggunakan "ububan" yang masih digunakan saat ini di beberapa lokasi di Indonesia dan di daerah aliran Sungai Pawan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknologi artefak pengerjaan logam di masa lalu tidak jauh berbeda dari kemajuan teknologi yang masih berlangsung hingga saat ini.
Situs Pulau Ujir di Kepulauan Aru: Kampung Kuno, Islamisasi dan Perdagangan Wuri Handoko
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.309

Abstract

Ujir ancient village on the island, is the site of settlement that shows the development of the Islamic period and colonial settlements in the territory of Aru Islands. Various archaeological data has been discovered, indicates the site serves as a growing settlements with the activities of the Muslim settlers and until recently has shown progress as one of the Muslim villages were quite advanced in the Aru Islands. This study is to explore the traces of Islamization and commercial developments in the Aru Islands, with the main focus in the Ujir Island to analyze the are role in the development of Islamization and commerce in the Aru Islands in the past. Study focused on the archaeological data collected from survey and excavation. The results showed that the old village site Ujir Island, called Site Uifana, is the site of settlements in the past is likely to be one of the centers spread of Islam in the Aru Islands which was later destroyed and abandoned during the influence of the entry of European colonization and later the Japanese. Ujir Island may also be a bridge in trade flows involving the surrounding area in the path of the spice trade and exotic commodities of Aru Islands.Kampung kuno di Pulau Ujir, merupakan situs permukiman yang menunjukkan perkembangan permukiman masa Islam dan kolonial di wilayah Kepulauan Aru. Penelitian ini menemukan, berbagai data arkeologi yang menunjukkan bahwa Pulau Ujir merupakan situs pemukiman yang maju dan berperan dalam jaringan Islamisasi dan perdagangan di kawasan Kepulauan Aru. Hasil penelitian memperliatkan bahwa situs kampung tua Pulau Ujir, yang disebut Situs Uifana, adalah situs permukiman yang pada masa lampau menjadi salah satu pusat penyebaran Islam yang kemudian hancur dan ditinggalkan pada masa pengaruh kolonialisasi Eropa  dan  Jepang. Pulau Ujir juga menjadi jaringan perdagangan yang melibatkan kawasan sekitarnya dalam jalur perdagangan rempah dan komoditi eksotik, seperti burung cendrwaasih dan mutiara di  Kepulauan Aru.
Pola Permukiman Tradisional Kajang Erni Erawati
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.310

Abstract

One of traditional settlements in Indonesia is located in the residential area of Kajang, Bulukumba, South Sulawesi Province. Settlement community in Kajang is classified into two levels, the first is meso level consisted on spatial villaes, homes, and forest, and the second is macro level consisted on the spatial region consisting of kamase-masea region, and the region kuassayya. From the shape and function of artefacts and sites in Kajang area, it can be mentioned that the Kajang district has the Megalithic sites and Islamic sites which are still functioned until recently. The aim of this research is determining the  pattern of settlement in the area of the Kajang based on the location of the sites. The source of data consist of two namely secondary data which is obtained from literary research, and primary data obtained  through field research by observation and survey. The pattern of settlement in the Kajang area shows two characteristics; firstly,  Settlement patterns and placement of home in group, leading to the altitude, facing to the west; the sacred building that is located at high altitude and surrounded by indigenous forest areas and settlers' houses. Secondly, settlement patterns extend lengthwise in a row on both sides of a pathway up to the foothills, and on riverbanks. Those houses are characterised by the location of owner's social stratification. There is no specific orientation of houses to the wind directions. Sacred building is placed in higher space surrounded by residents' houses. Ammatoa as the spiritual leader, and a site that functions to inaugurate Karaeng as leaders of the governance. Salah satu permukiman tradisional di Indonesia adalah permukiman di kawasan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Propinsi Sulawesi Selatan. Permukiman masyarakat di kawasan Kajang terdiri atas dua tingkat, yaitu bersifat meso yang menyangkut tata ruang desa, rumah tinggal, dan hutan adat, dan bersifat makro menyangkut tata ruang kawasan yang terdiri atas kawasan kamase-masea dan kawasan kuassayyya. Dari bentuk dan fungsi situs-situs di kawasan Kajang, dapat dikatakan bahwa kawasan Kajang memiliki situs Megalitik dan situs Islam yang masih dipergunakan sampai sekarang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola permukiman di Kawasan Kajang berdasarkan letak situs-situs. Sumber data penelitian ada dua, yaitu data sekunder yang diperoleh melalui penelitian pustaka, dan data primer diperoleh melalui penelitian lapangan dengan cara observasi dan survei permukaan.Pola permukiman di kawasan Kajang menampilkan dua ciri, yaitu: 1). Pola permukiman dan penempatan rumah secara berkelompok mengarah pada ketinggian, arah hadap rumah ke arah barat, bangunan sakral berada di tempat ketinggian dan dikelilingi oleh kawasan hutan adat dan bangunan rumah penduduk, 2). Pola permukiman berbentuk memanjang dan berderet disebelah menyebelah jalan, kaki bukit, dan pinggir sungai dan pantai dengan ciri yang menunjukkan pelapisan sosial. Terdapat dua fungsi situs di kawasan Kajang, yaitu: situs yang berfungsi sebagai tempat pelantikan Ammatoa sebagai pemimpin di bidang spiritual, dan tempat pelantikan Karaeng yang dianggap pemimpin di bidang pemerintahan.
Nilai-Nilai Sosial dan Religi dalam Tradisi Megalitik di Sulawesi Selatan nfn Hasanuddin
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.313

Abstract

South Sulawesi is a region which has a several culture and megalith tradition that spread in various locations. Of those various forms and kinds of that megalith monument, there are important values that can be reinvented for the society. The purpose is to determine the social dan religious value of megalithic culture in South Sulawesi. In order to recognize those values, a research with an ethnoarchaeological approach has been done through direct observations and surveys in the society which still have megalith tradition, and focused to identify its values and functions in society. This research found that this tradition was developed since the 2nd AD until the 10th to 13th AD. During that period, the settlement system was composed of small communities that occupying highland and lowland. That small community was called wanua which spread across South Sulawesi peninsula. At the present time, that megalith tradition is still found in Torajan community, and in several ritual practices among communities in Enrekang and Soppeng regency, South Sulawesi. Generally, that megalith tradition is endorsing several values such like cooperation and spiritual.Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang memiliki beberapa bentuk budaya dan tradisi megalitik (kebudayaan batu besar) yang tersebar di berbagai wilayah. Dari berbagai bentuk dan jenis megalitik itu tentunya memiliki nilai-nilai  yang dapat diterapkan dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk mengetahui nilai sosial dan religi dari kebudayaan megalitik di Sulawesi selatan. Dalam pencapaiannya digunakan pendekatan etnoarkeologi dengan cara melakukan survei di beberapa daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki peninggalan megalitik. Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengamatan langsung di masyarakat yang masih menggunakan kebudayaan megalitik untuk mengetahui fungsi dalam masyarakat. Penelitian selama ini menunjukkan bahwa kebudayaan ini berawal sekitar abad ke-2 Masehi dan terus berlanjut pada abad ke-10 hingga abad ke-13 Masehi. Sistem permukiman pada masa itu merupakan kelompok-kelompok komunitas yang menempati wilayah ketinggian dan dataran rendah. Pada awal terbentuknya populasi disebabkan adanya berbagai daerah otonom kecil yang disebut wanuwa yang terdapat di beberapa daerah di seluruh semenanjung Sulawesi Selatan. Budaya ini masih berkesinambungan hingga sekarang pada masyarakat Toraja, atau dalam praktek ritual seperti di Enrekang dan Soppeng, Sulawesi Selatan. Pada umumnya kebudayaan megalitik mengandung nilai-nilai kerjasama dan gotong royong serta religi yang menonjol.
Arkeologi Kawasan Hatusua di Seram Bagian Barat Maluku: Hasil Penelitian Terkini dan Arah Pengembangannya Marlon NR Ririmasse
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.317

Abstract

Hatusua in West Seram is one of the well known site in the archaeological study of Maluku. The first academic record of this site has been existed since the late 1980s. Archaeological studies with sufficient depth has been conducted since the first half of 1990s by the collaboration team of Indonesia and United States. In 2006 and 2009 Balai Arkeologi Ambon conducted research in this area. Despite the high records of archaeological studies, in reality a relatively complete picture and a comprehensive understanding of the site apparently cannot be obtained yet. Since 2012-2015 Balai Arkeologi Ambon started a more structured research which included the mapping of potenial and excavation to identify the character of Hatusua Site. Which is included the chronological test that dated on ± 1,100  BP. This article is the review of the research result in Hatusua Complex in the last three years.  Reconissance survey and excavation were adopted as the approach in this research.  The study found that Hatusua is a complex of sites with the coastal-inland landscape, open site and cave habitation site, with notes on continuing tradition until recently. Hatusua di Seram Bagian Barat merupakan salah satu situs yang sudah cukup dikenal dalam rekam studi arkeologi di Maluku. Catatan akademis pertama mengenai situs ini muncul di penghujung era 1980-an. Studi arkeologi dengan cukup mendalam mulai dilakukan pada paruh pertama tahun 1990-an oleh kolaborasi tim penelitian Indonesia-Amerika Serikat. Tahun 2006 dan 2009 Balai Arkeologi Ambon kembali melakukan beberapa kajian di situs ini. Meski rekam studi arkeologi yang telah dilakukan cukup tinggi, dalam kenyataannya gambar yang relatif utuh dan pemahaman yang komprehensif  atas situs ini agaknya belum bisa diperoleh. Sejak tahun 2012 hingga 2015 Balai Arkeologi Ambon mulai melakukan studi yang lebih terarah meliputi pemetaan potensi secara lengkap serta rangkaian ekskavasi untuk menemukenali karakter kepurbakalaan yang lebih utuh dari Situs Hatusua.Termasuk uji konologi yang memberikan usia peradaban hingga ± 1,100 TYL. Artikel ini merupakan ulasan atas hasil studi yang dilakukan di Situs Hatusua selama tiga tahun terakhir. Sebagai upaya untuk merekam profil situs secara utuh maka pendekatan yang digunakan dalam rangkaian penelitian meliputi survei permukaan, ekskavasi arkeologi, studi geologi,  dan kajian etnografi. Hasil penelitian menemukan bahwa Hatusua merupakan kompleks situs dalam karakter bentang alam pesisir-pedalaman; situs hunian gua-situs terbuka, dengan ciri tradisi yang berlanjut hingga saat ini.
Simbolisme Kompleks Bangunan Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon Muhammad Al Mujabuddawat
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.320

Abstract

Ki Buyut Trusmi Site is a burial site bounded by walls surrounding the complex site. In the complex area of the site, several buildings scattered in the barrier wall of the spatial division sites as many as 4 cemetery yard; West, East, Central, and North. The buildings are in the midst of hundreds of tombs in the complex area of the site. Based on the results of an overview of the physical form and position of the object of those buildings, it is understood that every buildings has its function and symbolic meaning. The position of the components of the building symbolically form a plan groove toward the main location of the most sanctified, the graves of Ki Gede Trusmi and Prince Trusmi in North yard site. Based on symbolic significance and hundred of tombs scattered in the area of the site, they are clearly show a blend of Islamic buildings affected by local culture which already existed, with the animism and Hindu-Buddhist. Those cultural blends form a pre-Islamic cultural treasures material which tangible on the architecture of the building full of symbolism outside the real Islamic law. Local culture become part of construction to the Islamization of local communities, Islam developed in the area Trusmi shows Islamic character integrative and accommodating to the local indigenous community. Situs Ki Buyut Trusmi merupakan situs pemakaman yang dibatasi oleh tembok keliling yang mengelilingi kompleks situs. Dalam area kompleks situs, berdiri sejumlah bangunan yang tersebar dalam sekat-sekat tembok pembagian halaman situs sebanyak 4 halaman, yaitu Halaman barat, Halaman timur, Halaman tengah, dan Halaman utara. Bangunan-bangunan tersebut berdiri ditengah-tengah ratusan makam di dalam area kompleks situs. Berdasarkan hasil tinjauan terhadap bentuk fisik dan keletakan dari objek bangunan-bangunan tersebut, diketahui memiliki fungsi dan makna simbolik tersendiri. Keletakan komponen-komponen bangunannya secara simbolis membentuk denah alur menuju lokasi utama yang paling disucikan, yaitu makam Ki Gede Trusmi dan Pangeran Trusmi di Halaman utara situs. Berdasarkan makna simbolik yang ditemukan, serta ratusan makam yang tersebar di dalam area situs tampak jelas menunjukkan percampuran antara bangunan Islam yang terbawa pengaruh budaya lokal yang sebelumnya telah ada, yaitu animisme dan Hindu-Budha. Percampuran tersebut membentuk khasanah budaya materi pra Islam berujud pada arsitektur bangunan yang sarat akan simbolisme di luar syariat Islam yang sesungguhnya. Budaya lokal menjadi bagian konstruksi ke Islaman masyarakat setempat, Islam yang berkembang pada khususnya di daerah Trusmi, Cirebon menunjukkan karakter Islam yang integratif dan akomodatif terhadap paham dan kepercayaan lokal masyarakat.
Budaya Makan di Luar Rumah di Perkotaan Jawa pada Periode Akhir Kolonial Gregorius Andika Ariwibowo
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.322

Abstract

Eating out behavior is one of picturesque studies which reviewing about people behavior and life style. This article developed from author thesis which described about culinary culture in Javanese Cities during late colonial era. This development is done by inserting Alan Warde and Lydia Martens concept that’s research about eating out culture in England. They resumed that eating out behavior related with pleasure and amusement. According with that concept this research will describe about how eating out behavior provide an influence to life style behavior on Javanese urbans people, especially for elite and middle class society. This study used Historical studies method that focus on research of mass media, advertisement publicity, and traveloque from that’s period. This study inference that eating out culture and behavior not just related with need complianced but furthemore to show a behavior and life style which  measure to a social and cultural symbol for the subject. Perilaku makan di luar rumah merupakan salah satu kajian yang menarik terutama dalam mengkaji mengenai perilaku dan gaya hidup dalam masyarakat. Kajian merupakan pengembangan dari tesis penulis yang sebelumnya membahas mengenai budaya makan d perkotaan Jawa pada periode kolonial. Pengembangan ini dilakukan dengan memasukan konsep Alan Warde dan Lydia Marteens yang mengkaji mengenai budaya makan luar rumah di Inggris. Mereka menyimpulkan bahwa perilaku makan di luar rumah berkaitan dengan perilaku kesenangan dan hiburan. Maka berdasarkan konsep tersebut pada tulisan ini dibahas hal mengenai bagaiamana pengaruh perkembangan budaya makan di luar rumah dalam keterkaitan dengan perilaku gaya hidup masyarakat perkotaan Jawa, terutama bagi kalangan elit dan menengah. Kajian ini menggunakan metodologi ilmu sejarah dengan menggunakan sumber-sumber dari media massa, iklan, dan jurnal perjalanan yang berasal dari periode tersebut.  Hasil dari kajian ini bahwa perilaku dan budaya makan di luar rumah tidak saja terkait dengan pemenuhan kebutuhan, namun juga menampilkan perilaku dan gaya hidup yang memberi simbol dari status sosial dan budaya dari  pelakunya.
Sebaran Potensi Budaya Prasejarah di Enrekang, Sulawesi Selatan Bernadeta Kuswarini Wardaninggar
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.326

Abstract

Enrekang is one area that is located in the northern part of South Sulawesi, which has a hilly and mountainous areas. Potential prehistoric findings in Enrekang obtained from a series of activities with a surface survey sampling technique samples that show characteristics of prehistoric technology. The findings of the survey consists of painting hand prints on the walls karst cliffs, caves with findings of stone artifacts, bones, pottery and grave containers of wood called mandu or duni. It also found megalithic sites on the mountain top which has relics such as stone mortars, fragments of pottery and stone structure is limiting residential areas. At the macro level, This study aims to determine the distribution of prehistoric sites in order to understand the cultural character of Enrekang. Prehistoric cultural diversity of Enrekang has accessibility to natural resources as well as supporting human settlement contiguity Austronesian culture preneolitik until about 3,500 years ago with the utilization of their natural resources. Kabupaten Enrekang merupakan salah satu daerah yang terletak di bagian utara Sulawesi Selatan yang memiliki wilayah perbukitan dan pegunungan. Potensi temuan-temuan prasejarah di Enrekang diperoleh dari serangkaian kegiatan survei permukaan dengan teknik pencuplikan sampel yang menunjukkan ciri-ciri teknologi prasejarah. Temuan-temuan survei adalah lukisan cap tangan di dinding tebing karst, gua-gua dengan temuan artefak batu, tulang, tembikar dan wadah kubur dari kayu yang disebut mandu atau duni. Selain itu juga ditemukan situs megalitik di atas puncak gunung yang memiliki peninggalan seperti lumpang batu, fragmen tembikar dan susunan batu yang merupakan pembatas daerah permukiman. Secara makro, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran situs-situs prasejarah dalam rangka memahami karakter budaya Enrekang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Enrekang memiliki diversitas budaya prasejarah yang memiliki aksesibiltas dengan sumber daya alam yang sekaligus menunjang permukiman manusia masa praneolitik hingga persentuhan budaya Austronesia sekitar 3,500 tahun yang lalu dengan pemanfaatan sumber-sumber alamnya.
Batu Teong di Pegunungan Kota Ambon, Kepulauan Ambon Lease Lucas Wattimena
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.328

Abstract

This paper discusses the traces of prehistoric communities in the mountainous region of the Ambon island. This study is more directed to archaeological findings in the form of material culture that is dolmen in expressing their cosmology. Cosmology discussion in this paper is about understanding and views of people in the mountain region of the city of Ambon, Ambon Island on settlement patterns and understanding symbols dolmen. The purpose of writing is to know the and understand the views and understanding of the people in the mountainous region of Ambon City in  Ambon Island on settlement patterns and understanding symbols based on material culture dolmen. Methods ethnoarchaeology the basis for the reviewers' problems referred to with reference to the interview data collection techniques, survey and literature study. The results showed that 1) people in the mountainous region of the city of Ambon, Ambon Island know as stone dolmen Teong, the stone which symbolizes about grouping integrated community. 2) The settlement pattern of people in the mountainous region of the city of Ambon, Ambon Island based cultural material of stone dolmen Teong characterized micro settlements, ie settlements which focuses on the center of the stone dolmen Teong as central settlement. Macro-economic settlement of people in the mountainous region of the city of Ambon, Ambon Island has a characteristic orientation (cosmos) coastal settlement - the mountain. The orientation can be seen in the forms of settlement which extends linearly follow the directions north south and cosmos them about splitting the island, or in other words do not follow geographical settlements length of the island.Tulisan ini membahas tentang bagaimana jejak-jejak prasejarah orang-orang pegunungan di wilayah Pulau Ambon. Kajian ini lebih mengarah kepada temuan arkeologi berupa budaya material yaitu dolmen dalam mengungkapkan kosmologi mereka. Pembahasan kosmologi dalam tulisan ini adalah mengenai pemahaman dan pandangan orang-orang di wilayah pegunungan Kota Ambon, Pulau Ambon tentang pola permukiman dan pemaknaan simbol dolmen. Tujuan penulisan adalah untuk mengatahui dan memahami pandangan dan pemahaman orang-orang di wilayah pegunungan Kota Ambon, Pulau Ambon tentang pola permukiman dan pemaknaan simbol berdasarkan budaya bendawi dolmen. Metode etnoarkeologi menjadi dasar dalam penelaah permasalahan dimaksud dengan mengacu pada teknik pengumpulan data wawancara, survei dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) orang-orang di wilayah pegunungan Kota Ambon, Pulau Ambon mengenal dolmen dengan sebutan batu teong, yaitu batu yang melambangkan tentang pengelompokkan masyarakat yang terintegrasi. 2) Pola permukiman orang-orang di wilayah pegunungan Kota Ambon, Pulau Ambon berdasarkan budaya bendawi dolmen batu teong memiliki ciri permukiman mikro, yaitu permukiman yang menitik beratkan pusat dolmen batu teong sebagai sentral permukiman. Permukiman makro yaitu orang-orang di wilayah pegunungan Kota Ambon, Pulau Ambon memiliki ciri orientasi (kosmos) permukiman pantai–gunung. Orientasi tersebut dapat dilihat pada bentuk-bentuk permukiman yang linear memanjang mengikuti arah utara selatan serta kosmos mereka tentang membelah pulau, atau kata lain permukiman tidak mengikuti geografis panjang pulau.
Cover Vol. 12 No. 2 (2016) Kapata Arkeologi
Kapata Arkeologi Vol. 12 No. 2, November 2016
Publisher : Balai Arkeologi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kapata.v12i2.364

Abstract

Page 1 of 2 | Total Record : 13